Free Shoutbox Technology Pioneer

Kamis, 16 Mei 2013

Answer the Question SIK



CASE 5: PLANNING AN  EMR  IMPLEMENTATION
Major themes: IT strategy; system implementation
1.      What is your assement of this situation? What are the physician group’s possible reasons for deciding to proceed on an independent path?
Jawab:
-  Terjadi ketidakselarasan sistem informasi antara LWMC dan WMS. Dimana LWMC menerapkan sistem CPOE sedangkan WMS menerapkan EMR.
-  Karena para dokter menganggap  sistem CPOE  lebih rumit.

2.      If you are the CEO, what steps would you take to bring the hospital and physician group IT plans back to aligment? Should the EMR effort proceed or wait until the CPOE initiative is complete? Should you require that both system come from the same vendor?
Jawab:
Pertama kali melakukan rapat pertemuan untuk membahas rencana EMR ke depan. Pertemuan ini dilakukan untuk mempertemukan stakeholder untuk menyelaraskan tujuan dalam meningkatkan pelayanan sistem EMR di LWMC. Seterusnya melakukan manajemen informasi yang terintegrasi.

3.      The LWMC board is concerned that physicians are being naive about the challege of EMR implementation, have estabished no measurable goals for the system, and have only weak incentives to make the implementation successful. How would you address these concerns?
Jawab:
Mengadakan pelatihan agar SDM mampu menjalankan sistem baru yang diterapkan.

Rabu, 15 Mei 2013

Kartu Palembang Sehat (KPS)


Gambar Kartu Palembang Sehat ( KPS )



Kartu Palembang Sehat (KPS) adalah program kesehatan yang dikeluarkan pemerintah kota Palembang pada 4 April 2013 diabawah jembatan Ampera merupakan pelayanan turunan dari program berobat gratis. Kualitasnya 10 kali lenih bagus dari kartu lainnya. KPS ini adalah bentuk penyempurnaan dari program kesehatan sebelumnya.  kartu Palembang Sehat ini merupakan cikal bakal hadirnya Kartu Sumsel Sehat. Hadirnya Kartu Palembang sehat membuktikan kalau program untuk mewujudkan masyarakat sehat sudah dilaksanakan dengan nyata dan bukan hanya wacana semata.
Dengan inovasi ini diharapkan agar masyarakat kota Palembang lebih mudah menggunakan program kesehatan gratis. Pemegang KPS tetap menganut syarat dan ketentuan program berobat gratis yang telah banyak dimanfaatkan masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel).
Kartu  ini bentuk fisiknya menyerupai e-KTP ini dilengkapi dengan IT teknologi atau semacam chip untuk menyimpan data atau identitas pemiliknya. Selain itu, KPS juga diklaim mampu mencatat riwayat penyakit pasien serta share ke berbagai rumah sakit yang melayani program kesehatan gratis.
Dalam kartu itu sudah terekam data pemilik, dan hanya bisa digunakan oleh pemiliknya jadi pemegang KPS, tidak perlu menggunakan KTP, KK atau surat keterangan dari kelurahan untuk berobat. Selain itu, untuk urusan pendaftaran, pengambilan obat dan administrasi lainnya cukup menggunakan KPS
Warga bisa mendapatkan kartu ini dengan cara mendaftarkan diri ke Puskesmas wilayah masing-masing dengan menunjukkan identitas resmi berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK). Untuk mendapatkan Kartu Palembang Sehat (KPS) masyarakat Kota Palembang dapat datang ke 39 Puskesmas di seluruh Kota Palembang berdasarkan tempat tinggalnya masing masing dengan membawa fotocopy kartu keluarga dan mengisi form pendaftaran.  Seluruh warga Kota Palembang bisa mendapatkan kartu ini, kecuali mereka yang sudah terdaftar sebagai Jamkesmas, Jamsoskes atau sejenisnya. Sebab, mereka yang sudah memiliki layanan jaminan kesehatan tidak perlu lagi memiliki KPS ini.
Pemkot setempat melalui Puskesmas Pembina telah mendistribusikan sebanyak 284 lembar kartu Palembang sehat sejak tanggal 4 April kepada warga yang berhak menerimanya. sedangkan warga yang telah mendaftar untuk menjadi peserta program gratis berobat itu mencapai 5.000 orang. Peserta kartu Palembang sehat akan dilayani 39 unit puskesmas di daerah itu. Tiga rumah sakit yang melayani peserta kartu Palembang sehat itu adalah RS Bari, Khadijah dan Rumah Sakit Muhammadiyah.

Referensi :
1. Dinas Kesehatan. 2013, Launching Kartu Palembang Sehat, [on line]. Dari: http://www.dinkes.palembang.go.id. [ 14 Mei 2013 ]
2.  http://palembang.tribunnews.com/2013/04/01/kartu-palembang-sehat-dibagikan-4-april
3. http://catatanahmad.blogdetik.com/2013/05/08/kartu-palembang-sehat-masih-terpaut-program-berobat-gratis/
4. http://sumsel.antaranews.com/berita/273184/puskesmas-pembina-distribusikan-kartu-palembang-sehat

Sistem Informasi Kesehatan Dibenahi


COMPAS.Com - Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Indonesia hingga saat ini ternyata masih belum tertata dengan rapih. Bahkan, tak jarang hal ini berdampak langsung pada buruknya layanan kesehatan. "Yang terjadi saat ini adalah krisis informasi. Banyak petugas kesehatan kita, baik yang di puskesmas maupun di rumah sakit yang terbebani oleh laporan-laporan," ujar dr. Jane Soepardi, MPH, DSc, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, dalam acara media briefing 'Pengembangan dan Penguatan Sistem Informasi Kesehatan' di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (1/7/2011). Bahkan menurut Jane, akibat sistem yang belum jelas tersebut, tak jarang banyak tenaga medis yang terpaksa meninggalkan kewajiban utamanya merawat pasien, hanya sekedar untuk menyelesaikan laporan-laporan yang masuk.
Jane menuturkan, permasalahan SIK di Indonesia disebabkan karena beberapa hal seperti misalnya, belum adanya standar, regulasi, SIK terfragmentasi, dan juga pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang belum optimal. "Sekarang sudah ada Teknologi Informasi dan Komunikasi, tapi itu juga pemanfaatannya belum optimal. Jadi yang kita lakukan sekarang ini adalah mencoba menerapkan mulai dari yang terkecil yakni Puskesmas, rumah sakit," jelasnya. Berbagai upaya saat ini sedang dilakukan untuk pengembangan dan penguatan SIK. Diantaranya adalah integrasi berbagai sistem informasi di Puskesmas dan rumah sakit menjadi SIK tingkat kebupaten (SIKDA) menuju ke pengembangan elektronik.
Dia menambahkan, SIKDA yang sekarang kebanyakan masih manual. Namun secara bertahap semuanya akan diarahkan ke elektronik. Pengembangan SIKDA elektronik dilakukan dengan membuat software SIKDA yang open source. Untuk Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, akan dimulai pada tahun 2011. Sedangkan untuk rumah sakit 2012. Pengembangan SIKDA elektronik tidak terlepas dari dukungan dan bantuan pihak luar seperti GIZ (dukungan teknis), The Global Fund (USD 12 juta pada tahun 2012-2016) dengan melakukan modernisasi puskesmas, serta sumber bantuan lainnya berasal dari APBN, APBD. Dengan SIKDA elektronik diharapkan waktu tunggu pasien berkurang, mengurangi medical error, dan pelayanan kesehatan lebih efektif dan efisien. Sementara itu, manfaat terhadap penyelenggara kesehatan, diantaranya, mengurangi beban administratif petugas kesehatan sehingga lebih banyak waktu untuk pasien serta dapat membuat keputusan yang tepat dan cepat.


Sistem Informasi Rumah Sakit


Sistem Informasi Rumah Sakit Ideal
(tantos, Basecamp D3 Rekam Medis UGM)


Ideal dalam hal ini adalah optimal sesuai kebutuhan rumah sakit, secure dalam penanganan data, dan tidak melampaui batasan-batasan hukum Indonesia, cukup.

Sekilas
Berbagai macam solusi telah banyak ditawarkan oleh software house (vendor) untuk menghandle dan mengolah data dan informasi yang ada di rumah sakit. Dari sistem yang close sampai yang open, dari sistem yang hanya menghandle transaksi penerimaan pasien sampai yang dapat meminimalisir penggunaan kertas, dari yang berharga jutaan sampai angka yang terpisah tiga titik, dari yang user friendly sampai yang sulit diaplikasikan di lapangan.
Pembuatan sistem informasi rumah sakit dapat dilihat dari berbagai sudut. Bisa dilihat dari sudut administratif yang menghandle data-data pasien, transaksi dsb, atau bisa juga dari sudut pasien yang cenderung ke pelayanan kesehatan dengan menambahkan teknologi sebagai alat komunikasinya. Hadirnya teknologi 3G akan memperkaya kemampuan sistem, dari IT (Information Technology) menjadi ICT (Information and Communication Technology).

Kebutuhan Pasien
Harapan pasien dari sebuah pelayanan kesehatan adalah diberikannya service yang cepat dan nyaman. Tingkat mobilitas pasien yang tinggi menuntut adanya komunikasi dan pelayanan yang cepat antara pasien dan institusi kesehatan, yang kemudian antara pasien dengan dokter. Hal ini sebenarnya bisa menggunakan fasilitas telepon, atau biar lebih keren, bisa menggunakan teleconference. Tidak perlu mendebatkan alat komunikasi mana yang lebih cocok, yang terpenting adalah pendokumentasiannya.

Kebutuhan Pihak Rumah Sakit
Jika dilihat dari sudut pandang user, dalam hal ini adalah pihak rumah sakit, mereka tentu menginginkan sebuah sistem yang ideal, istimewa, dapat menghandle semua transaksi yang ada, sehingga tak ada kata ‘terlambat’ pada pembuatan laporan masing-masing pelayanan ataupun pada pengiriman Rekap Laporan (RL 1 – 6) ke dinas kesehatan setempat oleh Sub-bagian Rekam Medis, bahkan mungkin, poli tak perlu lagi melakukan sensus harian, karena setiap laporan akan tercetak otomatis atau terkirim otomatis.
Jika benar-benar diaplikasikan,  SDM pihak rumah sakit bersedia menggunakan sistem yang ada jelas akan banyak mengurangi beban kerja semua komponen di rumah sakit itu sendiri, atau mungkin, malah menambah beban kerja perawat dalam menginput hasil pemeriksaan ke sistem. Namun, semua tergantung desain sistem itu sendiri yang dibatasi oleh Sistem Informasi Rumah Sakit Ideal,  kemampuan user dalam mengoperasikan sistem, hal-hal yang berhubungan dengan hukum Indonesia yang menyangkut autetikasi dsb, atau juga kemampuan pengembang dalam membuat sistem yang sesuai dengan permintaan user.

Kemampuan Pihak Pengembang
Sampai saat ini, sudah banyak pihak pengembang yang menawarkan berbagai macam solusi untuk kebutuhan sistem informasi rumah sakit. Dari perorangan sampai yang bermain dibelakang badan usaha (CV/ PT). Kelemahan pengembang adalah ‘belum mengetahui rumah sakit’ itu sendiri. Karena kebanyakan pengembang adalah lebih dulu menguasai komputer daripada sistem rumah sakit, sehingga perlu adanya penghubung antara pihak pengembang dan rumah sakit. Istilah kerennya ‘System Analyst’, orang yang tahu tentang rumah sakit dan sistem yang akan dibuat.

Batasan Sistem
Untuk memetakan permasalahan dan mempersempit ruang gerak perancangan sistem, perlu dibuat batasan-batasan yang tidak perlu dicakup oleh sistem. Lebih baik tahapan desain sistem memakan waktu yang lebih lama daripada terjadi huru-hara ketika proses pembuatan. Komunikasi yang intensif-pun perlu dijaga antara kedua pihak. Pihak rumah sakit menjelaskan secara gamblang apa yang mereka inginkan dan memberikan secara detil apa yang mereka harapkan. Batasan-batasan-pun perlu dibahas antara keduanya, seperti :
1)  Tidak menghilangkan fungsi dan peran dokter dan perawat dalam melakukan pemeriksaan.
2)  Tidak mengurangi/ menghilangkan ke-otentikan berkas rekam medis.
Lembar-lembar rekam medis yang perlu dijaga ke-autentikasi-annya antara lain :
• Lembar RMK (Ringkasan Masuk-Keluar)
• Lembar Resume
• Catatan Perawat
• Hasil Pemeriksaan Lab/ Radiologi
• Lembar Inform Consent
• Laporan Operasi

Kemampuan Sistem :
Secara global, sistem yang ideal tentu dapat mengurangi beban kerja masing-masing  unit pelayanan. Secara detil (meskipun tidak keseluruhan), dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Dapat mengurangi beban kerja sub-bagian rekam medis dalam ‘menangani’ berkas rekam medis.
    Sub-bagian rekam medis memang sub-bagian yang paling direpotkan dengan berkas rekam medis. Dari coding, indexing, assembling, filing dan ing-ing yang lain (maaf, sudah lupa) semua dihandle oleh sub-bagian ini. Dengan adanya sebuah sistem informasi, seharusnya paling tidak dapat menggantikan fungsi koding pada sub-bagian rekam medis. Sebagian besar rumah sakit di indonesia, masih menggunakan petugas rekam medis ataupun kurir dalam mendistribusikan berkas ke masing-masing pelayanan. Beberapa rumah sakit sudah menggunakan teknologi ‘lift’ sebagai sarana transportasi berkas ke pelayanan-pelayanan ataupun kembali ke tempat penyimpanan (filing).
2)  Dapat mengurangi pemakaian kertas (paperless).
Pemakaian kertas masih belum dapat dihilangkan di Indonesia saat ini, karena data medis sangat rentan dengan hukum dan akan memporak porandakan perdagangan kertas Indonesia.
    Dengan sistem yang terkomputerisasi, pemakaian kertas yang bisa dipangkas antara lain :
 Lembar-lembar rekam medis yang tidak berhubugan dengan masalah autentikasi atau  aspek hukum.
• Laporan masing-masing unit pelayanan (karena semua laporan sudah terekap oleh sistem).
 Rekap Laporan (RL) 1 – 6 yang dikirim ke dinas kesehatan.
3) Dapat berkomunikasi dengan sistem lain pada pelayanan kesehatan lain
     Web Service,aplikasi ini sangat berguna pada kasus rujukan, entah dirujuk ke atas atau ke bawah. Dalam sistem manual, prosedur rujukan adalah dengan mengirimkan kopian lembar resume medis pasien, dan membawa 1 atau 2 perawat yang mengantarkannya. Kesulitan dalam mengaplikasikan sistem ini adalah tidak adanya standard sistem informasi rumah sakit di Indonesia. Masing-masing rumah sakit dengan pe-de nya meluncurkan sistem mereka yang baru dari vendor terkenal, kemudian rumah sakit lain ikut-ikutan launcing sistem dengan vendor yang lain. Tidak adanya komunikasi antar vendor dan tidak adanya kesepakatan penanganan komunikasi antar sistem yang seharusnya ditengahi oleh pemerintah dengan mengeluarkan prosedur standard sistem informasi rumah sakit mengakibatkan hal ini sulit dilaksanakan.
4) Dapat memberikan pelayanan yang real time
    Yang saya maksud disini adalah teknologi 3G. Layanan ini mungkin bisa dinomor sekiankan dulu, karena pemanfaatan teknologi 3G masih jarang digunakan di Indonesia, dan masih termasuk teknologi yang mahal. Tidak menutup kemungkinan 5 tahun mendatang 3G sudah meresahkan masyarakat, maksud saya sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup, lebih dari sekedar gaya hidup (biasanya seperti itu).