Free Shoutbox Technology Pioneer

Kamis, 16 Mei 2013

Answer the Question SIK



CASE 5: PLANNING AN  EMR  IMPLEMENTATION
Major themes: IT strategy; system implementation
1.      What is your assement of this situation? What are the physician group’s possible reasons for deciding to proceed on an independent path?
Jawab:
-  Terjadi ketidakselarasan sistem informasi antara LWMC dan WMS. Dimana LWMC menerapkan sistem CPOE sedangkan WMS menerapkan EMR.
-  Karena para dokter menganggap  sistem CPOE  lebih rumit.

2.      If you are the CEO, what steps would you take to bring the hospital and physician group IT plans back to aligment? Should the EMR effort proceed or wait until the CPOE initiative is complete? Should you require that both system come from the same vendor?
Jawab:
Pertama kali melakukan rapat pertemuan untuk membahas rencana EMR ke depan. Pertemuan ini dilakukan untuk mempertemukan stakeholder untuk menyelaraskan tujuan dalam meningkatkan pelayanan sistem EMR di LWMC. Seterusnya melakukan manajemen informasi yang terintegrasi.

3.      The LWMC board is concerned that physicians are being naive about the challege of EMR implementation, have estabished no measurable goals for the system, and have only weak incentives to make the implementation successful. How would you address these concerns?
Jawab:
Mengadakan pelatihan agar SDM mampu menjalankan sistem baru yang diterapkan.

Rabu, 15 Mei 2013

Kartu Palembang Sehat (KPS)


Gambar Kartu Palembang Sehat ( KPS )



Kartu Palembang Sehat (KPS) adalah program kesehatan yang dikeluarkan pemerintah kota Palembang pada 4 April 2013 diabawah jembatan Ampera merupakan pelayanan turunan dari program berobat gratis. Kualitasnya 10 kali lenih bagus dari kartu lainnya. KPS ini adalah bentuk penyempurnaan dari program kesehatan sebelumnya.  kartu Palembang Sehat ini merupakan cikal bakal hadirnya Kartu Sumsel Sehat. Hadirnya Kartu Palembang sehat membuktikan kalau program untuk mewujudkan masyarakat sehat sudah dilaksanakan dengan nyata dan bukan hanya wacana semata.
Dengan inovasi ini diharapkan agar masyarakat kota Palembang lebih mudah menggunakan program kesehatan gratis. Pemegang KPS tetap menganut syarat dan ketentuan program berobat gratis yang telah banyak dimanfaatkan masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel).
Kartu  ini bentuk fisiknya menyerupai e-KTP ini dilengkapi dengan IT teknologi atau semacam chip untuk menyimpan data atau identitas pemiliknya. Selain itu, KPS juga diklaim mampu mencatat riwayat penyakit pasien serta share ke berbagai rumah sakit yang melayani program kesehatan gratis.
Dalam kartu itu sudah terekam data pemilik, dan hanya bisa digunakan oleh pemiliknya jadi pemegang KPS, tidak perlu menggunakan KTP, KK atau surat keterangan dari kelurahan untuk berobat. Selain itu, untuk urusan pendaftaran, pengambilan obat dan administrasi lainnya cukup menggunakan KPS
Warga bisa mendapatkan kartu ini dengan cara mendaftarkan diri ke Puskesmas wilayah masing-masing dengan menunjukkan identitas resmi berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK). Untuk mendapatkan Kartu Palembang Sehat (KPS) masyarakat Kota Palembang dapat datang ke 39 Puskesmas di seluruh Kota Palembang berdasarkan tempat tinggalnya masing masing dengan membawa fotocopy kartu keluarga dan mengisi form pendaftaran.  Seluruh warga Kota Palembang bisa mendapatkan kartu ini, kecuali mereka yang sudah terdaftar sebagai Jamkesmas, Jamsoskes atau sejenisnya. Sebab, mereka yang sudah memiliki layanan jaminan kesehatan tidak perlu lagi memiliki KPS ini.
Pemkot setempat melalui Puskesmas Pembina telah mendistribusikan sebanyak 284 lembar kartu Palembang sehat sejak tanggal 4 April kepada warga yang berhak menerimanya. sedangkan warga yang telah mendaftar untuk menjadi peserta program gratis berobat itu mencapai 5.000 orang. Peserta kartu Palembang sehat akan dilayani 39 unit puskesmas di daerah itu. Tiga rumah sakit yang melayani peserta kartu Palembang sehat itu adalah RS Bari, Khadijah dan Rumah Sakit Muhammadiyah.

Referensi :
1. Dinas Kesehatan. 2013, Launching Kartu Palembang Sehat, [on line]. Dari: http://www.dinkes.palembang.go.id. [ 14 Mei 2013 ]
2.  http://palembang.tribunnews.com/2013/04/01/kartu-palembang-sehat-dibagikan-4-april
3. http://catatanahmad.blogdetik.com/2013/05/08/kartu-palembang-sehat-masih-terpaut-program-berobat-gratis/
4. http://sumsel.antaranews.com/berita/273184/puskesmas-pembina-distribusikan-kartu-palembang-sehat

Sistem Informasi Kesehatan Dibenahi


COMPAS.Com - Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Indonesia hingga saat ini ternyata masih belum tertata dengan rapih. Bahkan, tak jarang hal ini berdampak langsung pada buruknya layanan kesehatan. "Yang terjadi saat ini adalah krisis informasi. Banyak petugas kesehatan kita, baik yang di puskesmas maupun di rumah sakit yang terbebani oleh laporan-laporan," ujar dr. Jane Soepardi, MPH, DSc, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, dalam acara media briefing 'Pengembangan dan Penguatan Sistem Informasi Kesehatan' di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (1/7/2011). Bahkan menurut Jane, akibat sistem yang belum jelas tersebut, tak jarang banyak tenaga medis yang terpaksa meninggalkan kewajiban utamanya merawat pasien, hanya sekedar untuk menyelesaikan laporan-laporan yang masuk.
Jane menuturkan, permasalahan SIK di Indonesia disebabkan karena beberapa hal seperti misalnya, belum adanya standar, regulasi, SIK terfragmentasi, dan juga pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang belum optimal. "Sekarang sudah ada Teknologi Informasi dan Komunikasi, tapi itu juga pemanfaatannya belum optimal. Jadi yang kita lakukan sekarang ini adalah mencoba menerapkan mulai dari yang terkecil yakni Puskesmas, rumah sakit," jelasnya. Berbagai upaya saat ini sedang dilakukan untuk pengembangan dan penguatan SIK. Diantaranya adalah integrasi berbagai sistem informasi di Puskesmas dan rumah sakit menjadi SIK tingkat kebupaten (SIKDA) menuju ke pengembangan elektronik.
Dia menambahkan, SIKDA yang sekarang kebanyakan masih manual. Namun secara bertahap semuanya akan diarahkan ke elektronik. Pengembangan SIKDA elektronik dilakukan dengan membuat software SIKDA yang open source. Untuk Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, akan dimulai pada tahun 2011. Sedangkan untuk rumah sakit 2012. Pengembangan SIKDA elektronik tidak terlepas dari dukungan dan bantuan pihak luar seperti GIZ (dukungan teknis), The Global Fund (USD 12 juta pada tahun 2012-2016) dengan melakukan modernisasi puskesmas, serta sumber bantuan lainnya berasal dari APBN, APBD. Dengan SIKDA elektronik diharapkan waktu tunggu pasien berkurang, mengurangi medical error, dan pelayanan kesehatan lebih efektif dan efisien. Sementara itu, manfaat terhadap penyelenggara kesehatan, diantaranya, mengurangi beban administratif petugas kesehatan sehingga lebih banyak waktu untuk pasien serta dapat membuat keputusan yang tepat dan cepat.


Sistem Informasi Rumah Sakit


Sistem Informasi Rumah Sakit Ideal
(tantos, Basecamp D3 Rekam Medis UGM)


Ideal dalam hal ini adalah optimal sesuai kebutuhan rumah sakit, secure dalam penanganan data, dan tidak melampaui batasan-batasan hukum Indonesia, cukup.

Sekilas
Berbagai macam solusi telah banyak ditawarkan oleh software house (vendor) untuk menghandle dan mengolah data dan informasi yang ada di rumah sakit. Dari sistem yang close sampai yang open, dari sistem yang hanya menghandle transaksi penerimaan pasien sampai yang dapat meminimalisir penggunaan kertas, dari yang berharga jutaan sampai angka yang terpisah tiga titik, dari yang user friendly sampai yang sulit diaplikasikan di lapangan.
Pembuatan sistem informasi rumah sakit dapat dilihat dari berbagai sudut. Bisa dilihat dari sudut administratif yang menghandle data-data pasien, transaksi dsb, atau bisa juga dari sudut pasien yang cenderung ke pelayanan kesehatan dengan menambahkan teknologi sebagai alat komunikasinya. Hadirnya teknologi 3G akan memperkaya kemampuan sistem, dari IT (Information Technology) menjadi ICT (Information and Communication Technology).

Kebutuhan Pasien
Harapan pasien dari sebuah pelayanan kesehatan adalah diberikannya service yang cepat dan nyaman. Tingkat mobilitas pasien yang tinggi menuntut adanya komunikasi dan pelayanan yang cepat antara pasien dan institusi kesehatan, yang kemudian antara pasien dengan dokter. Hal ini sebenarnya bisa menggunakan fasilitas telepon, atau biar lebih keren, bisa menggunakan teleconference. Tidak perlu mendebatkan alat komunikasi mana yang lebih cocok, yang terpenting adalah pendokumentasiannya.

Kebutuhan Pihak Rumah Sakit
Jika dilihat dari sudut pandang user, dalam hal ini adalah pihak rumah sakit, mereka tentu menginginkan sebuah sistem yang ideal, istimewa, dapat menghandle semua transaksi yang ada, sehingga tak ada kata ‘terlambat’ pada pembuatan laporan masing-masing pelayanan ataupun pada pengiriman Rekap Laporan (RL 1 – 6) ke dinas kesehatan setempat oleh Sub-bagian Rekam Medis, bahkan mungkin, poli tak perlu lagi melakukan sensus harian, karena setiap laporan akan tercetak otomatis atau terkirim otomatis.
Jika benar-benar diaplikasikan,  SDM pihak rumah sakit bersedia menggunakan sistem yang ada jelas akan banyak mengurangi beban kerja semua komponen di rumah sakit itu sendiri, atau mungkin, malah menambah beban kerja perawat dalam menginput hasil pemeriksaan ke sistem. Namun, semua tergantung desain sistem itu sendiri yang dibatasi oleh Sistem Informasi Rumah Sakit Ideal,  kemampuan user dalam mengoperasikan sistem, hal-hal yang berhubungan dengan hukum Indonesia yang menyangkut autetikasi dsb, atau juga kemampuan pengembang dalam membuat sistem yang sesuai dengan permintaan user.

Kemampuan Pihak Pengembang
Sampai saat ini, sudah banyak pihak pengembang yang menawarkan berbagai macam solusi untuk kebutuhan sistem informasi rumah sakit. Dari perorangan sampai yang bermain dibelakang badan usaha (CV/ PT). Kelemahan pengembang adalah ‘belum mengetahui rumah sakit’ itu sendiri. Karena kebanyakan pengembang adalah lebih dulu menguasai komputer daripada sistem rumah sakit, sehingga perlu adanya penghubung antara pihak pengembang dan rumah sakit. Istilah kerennya ‘System Analyst’, orang yang tahu tentang rumah sakit dan sistem yang akan dibuat.

Batasan Sistem
Untuk memetakan permasalahan dan mempersempit ruang gerak perancangan sistem, perlu dibuat batasan-batasan yang tidak perlu dicakup oleh sistem. Lebih baik tahapan desain sistem memakan waktu yang lebih lama daripada terjadi huru-hara ketika proses pembuatan. Komunikasi yang intensif-pun perlu dijaga antara kedua pihak. Pihak rumah sakit menjelaskan secara gamblang apa yang mereka inginkan dan memberikan secara detil apa yang mereka harapkan. Batasan-batasan-pun perlu dibahas antara keduanya, seperti :
1)  Tidak menghilangkan fungsi dan peran dokter dan perawat dalam melakukan pemeriksaan.
2)  Tidak mengurangi/ menghilangkan ke-otentikan berkas rekam medis.
Lembar-lembar rekam medis yang perlu dijaga ke-autentikasi-annya antara lain :
• Lembar RMK (Ringkasan Masuk-Keluar)
• Lembar Resume
• Catatan Perawat
• Hasil Pemeriksaan Lab/ Radiologi
• Lembar Inform Consent
• Laporan Operasi

Kemampuan Sistem :
Secara global, sistem yang ideal tentu dapat mengurangi beban kerja masing-masing  unit pelayanan. Secara detil (meskipun tidak keseluruhan), dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Dapat mengurangi beban kerja sub-bagian rekam medis dalam ‘menangani’ berkas rekam medis.
    Sub-bagian rekam medis memang sub-bagian yang paling direpotkan dengan berkas rekam medis. Dari coding, indexing, assembling, filing dan ing-ing yang lain (maaf, sudah lupa) semua dihandle oleh sub-bagian ini. Dengan adanya sebuah sistem informasi, seharusnya paling tidak dapat menggantikan fungsi koding pada sub-bagian rekam medis. Sebagian besar rumah sakit di indonesia, masih menggunakan petugas rekam medis ataupun kurir dalam mendistribusikan berkas ke masing-masing pelayanan. Beberapa rumah sakit sudah menggunakan teknologi ‘lift’ sebagai sarana transportasi berkas ke pelayanan-pelayanan ataupun kembali ke tempat penyimpanan (filing).
2)  Dapat mengurangi pemakaian kertas (paperless).
Pemakaian kertas masih belum dapat dihilangkan di Indonesia saat ini, karena data medis sangat rentan dengan hukum dan akan memporak porandakan perdagangan kertas Indonesia.
    Dengan sistem yang terkomputerisasi, pemakaian kertas yang bisa dipangkas antara lain :
 Lembar-lembar rekam medis yang tidak berhubugan dengan masalah autentikasi atau  aspek hukum.
• Laporan masing-masing unit pelayanan (karena semua laporan sudah terekap oleh sistem).
 Rekap Laporan (RL) 1 – 6 yang dikirim ke dinas kesehatan.
3) Dapat berkomunikasi dengan sistem lain pada pelayanan kesehatan lain
     Web Service,aplikasi ini sangat berguna pada kasus rujukan, entah dirujuk ke atas atau ke bawah. Dalam sistem manual, prosedur rujukan adalah dengan mengirimkan kopian lembar resume medis pasien, dan membawa 1 atau 2 perawat yang mengantarkannya. Kesulitan dalam mengaplikasikan sistem ini adalah tidak adanya standard sistem informasi rumah sakit di Indonesia. Masing-masing rumah sakit dengan pe-de nya meluncurkan sistem mereka yang baru dari vendor terkenal, kemudian rumah sakit lain ikut-ikutan launcing sistem dengan vendor yang lain. Tidak adanya komunikasi antar vendor dan tidak adanya kesepakatan penanganan komunikasi antar sistem yang seharusnya ditengahi oleh pemerintah dengan mengeluarkan prosedur standard sistem informasi rumah sakit mengakibatkan hal ini sulit dilaksanakan.
4) Dapat memberikan pelayanan yang real time
    Yang saya maksud disini adalah teknologi 3G. Layanan ini mungkin bisa dinomor sekiankan dulu, karena pemanfaatan teknologi 3G masih jarang digunakan di Indonesia, dan masih termasuk teknologi yang mahal. Tidak menutup kemungkinan 5 tahun mendatang 3G sudah meresahkan masyarakat, maksud saya sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup, lebih dari sekedar gaya hidup (biasanya seperti itu).



JAMKESNAS


Pengertian :
      Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara berhak mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya, bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Landasan Hukum :
       Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28-H, Undang-Undang No.23/1992 tentang kesehatan dan Undang-Undang No.40/2004 tentang SJSN.

Kepesertaan :
        Peserta Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan tidak mampu penduduk Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk penduduk yang telah mendapat jaminan kesehatan lainnya. Kota Tangsel sendiri sebesar 254.485 KK/ 1.065.332 jiwa.

Tujuan :
Umum :
       Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan sehingga tercapai daya kesehatan optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh peserta Jamkesmas.
Khusus :
·         Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta diseluruh jaringan PPK Jamkesmas.
·         Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang standar bagi seluruh masyarakat dengan tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya.
·         Terselenggaranya pengelola keuangan Jamkesmas yang transparan dan akuntabel.


Keterangan:
RS PPATRS  : Rumah Sakit Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit
SKP                : Surat Keabsahan Peserta
RJTL              : Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
RITL              : Rawat Inap Tingkat Lanjutan
IGD                 : Instalasi Gawat Darurat

Jamkesnas Diberlakukan Secara Penuh Tahun 2019
        Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Agung Laksono mengatakan roadmap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) atau jaminan kesehatan nasional (Jamkesnas) akan diberlakukan secara full pada 2019. Namun, program ini akan dimulai secara bertahap pada 2014. Anggarkan untuk tahun 2013 ini sebesar Rp3,6 triliun, dan tahun 2014 sebesar Rp3,5 triliun plus Rp16,7 triliun untuk asuransi kesehatan PBI.
        Dia mengaku atas dasar penetapan tahun ini ada beberapa pihak yang protes kepada pihaknya. Namun dia mengakui bahwa pendataan dan pelaksanaan jaminan kesehatan ini harus bertahap. "Tetapi kemarin ada (golongan masyarakat tertentu) yang datang ke kami dan meminta pada 2014 seluruh Indonesia dapat jaminan kesehatan. Harus realistis juga. Kelola empat orang dalam satu rumah saja susah, apalagi ini. Tingkat kepuasan beda-beda. UU juga membolehkan secara bertahap," tuturnya. Dia menyebut pada 2014 Jamkesmas akan mencakup 86,4 juta orang. Sisanya akan dicover Jamkesda sampai nanti Jamkesda dan Jamkesnas akan dilebur menjadi BPJS. "2014 akan mencover 86,4 juta penduduk (rentan, miskin, sangat miskin), apalagi seperti penderita diabetes dimana seminggu bisa habis Rp500 ribu. Nanti Jamkesda akan menambahkan sampai 140 juta orang sampai saat Jamkesda dilebur dengan Jamkesmas menjadi BPJS," pungkas Agung.

Jamkesnas Perlu Didukung Sistem Informasi
      
Program Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) yang akan dimulai tahun 2014 mendatang harus didukung dengan sistem informasi yang memadai. Sebab, pengembangan sistem informasi tersebut sangat dibutuhkan untuk penyusunan data kesehatan Indonesia.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof Ali Ghufron Mukti pada Forum Informatika Kesehatan Indonesia (FIKI) 2013 di Hotel Patra Jasa, Rabu (24/4). Dia menjelaskan, pengembangan sistem informasi itu akan berfungsi untuk mengidentifikasi para peserta Jamkesnas.
"Identifikasi itu seperti, apakah pasien sudah membayar atau belum, telah mengurus klaim atau belum, atau keperluan manajemen lainnya. Selain itu, sistem informasi juga berfungsi untuk mengatur rujukan antar puskesmas, health care, rumah sakit, sekaligus jumlah dokter dan tenaga perawat," ungkapnya.
Dan tidak kalah penting, lanjut dia, fungsi sistem informasi ini dapat membantu Kementerian Kesehatan dalam menangkap dinamika masalah kesehatan dan kinerja manajemen kesehatan di Indonesia.
Sistem informasi tersebut harus terkoneksi dan memiliki definisi yang sama. Adapun para peserta yang adalah warga negara Indonesia wajib memiliki kartu Jamkesnas itu. Sedangkan untuk pengembangan fasilitas kesehatan, hal itu tengah disusun oleh Kemenkes mulai dari puskesmas hingga rumah sakit.
"Setelah fasilitas kesehatan dikategorikan, selanjutnya juga akan diakreditasi untuk menjaga mutu agar selalu bagus," tutur Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu.
Mengenai pembiayaan Jamkesnas, Indonesia saat ini memilih pembiayaan dengan sistem pajak. Namun ke depan, akan beralih pada bentuk asuransi sosial seperti halnya yang diterapkan di Eropa Barat. Pada implementasinya, seluruh warga negara Indonesia harus ikut program tersebut, sedangkan yang miskin akan dibiayai oleh pemerintah.
Wamenkes menambahkan, pengembangan sistem Jamkesnas ini memang tergantung negara masing-masing. Maka itu, penyediaan dan pengembangan infrastruktur hingga fasilitas kesehatan diserahkan kepada tiap negara.

Referensi:
  1. Daud, Ameidyo. 2013, Jamkesnas Diberlakukan Secara Penuh 2019, [on line]. Diakses dari: http://ekbis.sindonews.com. [ 14 Mei 2013 ]
  2. Puspita, Anggun. 2013, Jamkesmas Perlu Didukung Sistem Informasi, [on line]. Diakses dari: http:/www.suaramerdeka.com. [ 14 Mei 2013 ]


SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah) Elektronik


Gambar konfigurasi jaringan SIKDA

Salah satu aspek penting dalam pembangunan masyarakat sehat adalah sistem informasi kesehatan (SIK) yang baik. SIK diperlukan untuk menjalankan upaya kesehatan dan memonitoring agar upaya tersebut efektif dan efisien. Oleh karena itu, data informasi yang akurat, pendataan cermat, dan keputusan tepat kini menjadi suatu kebutuhan.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi kementerian kesehatan, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, DSc., dalam jumpa pers pada hari Jumat (01/07/11). Beliau mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan melalui Pusat Data dan Informasi saat ini sedang menyusun Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) elektronik yang berisi data set yang diharapkan menjadi sebuah standar pencatatan dan pelaporan setiap puskesmas di seluruh Kota/Kabupaten.
Menurut dr. Jane, kegiatan pengembangan SIK ini meliputi pengembangan regulasi dan standar (road map, peraturan pemerintah, dan pengembangan petunjuk teknis SIK); pengembangan Bank Data Nasional; dan pengembangan National Health Data Dictionary.

“Kita akan membuat software SIKDA yang open source untuk puskesmas dan kabupaten, serta bersifat inter-operable dengan sistem-sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah ada”, jelas dr. Jane.


MANFAAT SIKDA ELEKTRONIK
Manfaat SIKDA elektronik dalam hal adminisntrasi dapat dirasakan baik oleh masyarakat secara langsung maupun oleh petugas sebagai penyelenggara kesehatan, karena:
·         waktu tunggu pasien berkurang
·         alur lebih jelas
·         mengurangi beban administrasi petugas kesehatan
·         pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien
Selanjutnya, dalam hal medis, manfaat SIKDA elektronik antara lain:
·         mampu meminimalisasi terjadinya kesalahan medis
·         secara tidak langsung meningkatkan penggunaan obat generik di masyarakat.

IMPLEMENTASI DAN INOVASI SIKDA ELEKTRONIK
Disebutkan pula bahwa beberapa daerah di Indonesia telah lebih dulu berinovasi dan merasakan manfaat atas penggunaan e-health, yaitu penerapan teknologi informasi komunikasi untuk sistem informasi kesehatan, antara lain Kabupaten Purworejo, Kab. Bantul, Kab. Ngawi, Kab. Padang Pariaman, Kota Bandung, Kota Jembrana, Kota Batam, Kota Balikpapan, kota Tomohon, Prov. DIY, Prov. NTB, Prov.Aceh, juga di hampir seluruh RS tipe A, RS vertikal dan  RS swasta.
Dalam jumpa pers tersebut, Erwin Susetyoaji SKM, M.Kes, Kepala Sie. Jaringan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kab. Purworejo, mendemonstrasikan Sistem Informasi Kesehatan Kab. Purworejo yang telah berhasil menghubungkan 27 Puskesmas di wilayah tersebut sejak tahun 2004. Dalam lima tahun pertama, penggunaan SIK di Kab. Purworejo berhasil menghemat 23% dalam pemakaian kertas dan ATK, dan petugas kesehatan memiliki waktu 50% lebih banyak untuk melayani pasien.
Menanggapi pertanyaan wartawan mengenai e-prescription, Kemkes sangat terbuka dan menerima berbagai inovasi, baik komponen dari SIK maupun sistem secara keseluruhan. Hal yang penting adalah, inovasi tersebut harus memenuhi standar dan interoperable dengan SIKDA elektronik yang dibuat oleh Kemkes.
“Sebagai upaya lebih lanjut, Kemkes akan membuat regulasi resep elektronik, agar software-software yang saat ini terus berkembang harus tetap sejalan dengan tujuan, yaitu meningkatkan keamanan pasien; meningkatkan akurasi dan efisiensi peresepan; mengurangi biaya perawatan karena reaksi obat yang tidak diinginkan (kesalahan pengobatan); meningkatkan kepatuhan terhadap formularium; dan memudahkan pelaporan dan evaluasi penggunaan obat”, tegas dr. Jane.
Dalam implementasi SIKDA elektronik, Kemkes mendapat dukungan teknis dari Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), Jerman. Peralihan sistem informasi manual menjadi computerize based system, yang menjadikan komputer sebagai urat nadi komunikasi, perlu didukung dengan fasilitas yang memadai serta sumber daya manusia yang terlatih dalam pengoperasiannya. Oleh karena itu, Indonesia juga mendapatkan bantuan The Global Fund (GF) sebesar US$ 12 juta selama lima tahun, untuk modernisasi puskesmas di daerah yang letaknya terpencil atau infrastrukturnya tidak memadai untuk diterapkannya SIKDA elektronik. Sedangkan untuk daerah lain, akan menggunakan dana APBN/APBD dalam penerapan SIKDA elektronik.

Referensi:
  1. Kementrian Kesehatan. 2011, Sistem Informasi Kesehatan Diimplementasikan Di Indonesia, [on line]. Dari: http://www.depkes.go.id. [ 14 Mei 2013 ]


Sistem Rujukan


          Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horiontal. Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.
           Pelaksanaan sistem rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat.

Rujukan dibagi dlm rujukan medik/perorangan yg berkaitan dgn pengobatan & pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, & pengetahuan tentang penyakit; serta rujukan kesehatan dikaitkan dgn upaya pencegahan & peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi, dan operasional.





Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan yg lebih tinggi dilakukan apabila:
  • Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
  • Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan yg lebih rendah dilakukan apabila:
  • Permasalahan pasien dpt ditangani oleh tingkatan pelayanan yg lebih rendah sesuai dgn kompetensi dan kewenangannya;
  • Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
  • Pasien memerlukan pelayanan lanjutan yg dpt ditangani oleh tingkatan pelayanan yg lebih rendah & untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
  • Perujuk tdk dpt memberikan pelayanan kesehatan sesuai dgn kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan.
          Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yg sifatnya sementara atau menetap.
           Ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat awam adalah pemahaman masyarakat tentang alur ini sangat rendah sehingga sebagian mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sebagaimana mestinya. Masyarakat kebanyakan cenderung mengakses pelayanan kesehatan terdekat atau mungkin paling murah tanpa memperdulikan kompetensi institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan.

Manfaat sistem rujukan
  • Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker), manfaat sistem rujukan adalah membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
  • Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health consumer), manfaat sistem rujukan adalah meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang; mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
  • Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan keseahatan (health provider), manfaat sistem rujukan adalah memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin; memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

Dalam membina sistem rujukan ini perlu ditentukan beberapa hal:
  1. Regionalisasi
  • Regionalisasi adalah pembagian wilayah pelaksanaan system rujukan. Pembagian wilayah ini didasarkan atas pembagian wilayah secara administrative, tetapi dimana perlu didasarkan atas lokasi atau mudahnya system rujukan itu dicapai. Hal ini untuk menjaga agar pusat system rujukan mendapat arus penderita secara merata. Tiap tingkat unit kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita yang akan disalurkan dalam system rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu.

      2. Penyaringan  (screening)
  • Oleh tiap tingkat unit kesehatan. Tiap unit kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita yang akan disalurkan dalam system rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu
      3. Kemampuan unit kesehatan dan petugas.
  • Kemampuan unit kesehatan tergantung pada macam petugas dan peralatannya. Walaupun demikian diharapkan mereka dapat melakukan keterampilan tertentu. Khususnya dalam perawatan ibu dijabarkan keterampilan yang  masing-masing diharapkan dari unit kesehatan, beserta petugasnya.

Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas

Pengertian SIK di puskesmas
Proses pengolahan data kesehatan menjadi informasi yang nantinya akan digunakan untuk penyusunan program dan kegiatan. 
Dalam upaya mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Puskesmas yang berbasis Teknologi Informasi. Prototipe SIK yang dikembangkan mengacu kepada kebutuhan informasi untuk pengelolaan klien dan unit pelayanan di tingkat puskesmas, SP2TP, Indikator SPM dan Indikator Indonesia Sehat 2010.
Dengan dikembangkannya Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas yang dapat menyajikan informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya sehingga informasi yang disajikan puskesmas dapat dipakai untuk pengambilan keputusan di berbagai tingkat sistem kesehatan dan berbagai jenis manajemen kesehatan baik untuk manajemen pasien, unit dan sistem kesehatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan Dinas Kesehatan kepada masyarakat. Dengan demikian maka pelayanan kesehatan yang diberikan dapat lebih fokus dan spesifik untuk suatu daerah. Hal ini akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari kerja puskesmas. Untuk itu perlu ditingkatkan kevalidan data yang terdapat pada masukan input dimana hasil yang diinginkan nantinya dapat terjamin kevalidannya sehingga keputusan yang diambil oleh para pengambil keputusan dapat tepat pada sasaran.

Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK)
        Puskesmas adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem informasi yang terintegrasi di semua unit pelayanan Puskesmas sehingga dapat meningkatkan kecepatan proses pada pelayanan, mempermudah akses data, pelaporan dan akurasi data sehingga menjadi lebih baik.

Manfaat Pengembangan Sistem Informasi Puskesmas (SIK)
         Puskesmas adalah dapat meningkatkan Pelayanan Kesehatan kepada Masyarakat melalui penerapan Sistem informasi Kesehatan Puskesmas yang terintegrasi dari semua unit pelayanan. Demikian pula dapat menyajikan informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya sehingga informasi yang disajikan puskesmas dapat dipakai untuk pengambilan keputusan di berbagai tingkat sistem kesehatan dan berbagai jenis manajemen kesehatan baik untuk manajemen pasien, unit dan sistem kesehatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan Dinas Kesehatan kepada masyarakat.

Prototipe SIK Puskesmas terdiri dari 7 Sub Sistem yaitu :
  • Sub Sistem Kependudukan, yang berfungsi untuk mengelola data kependudukan terdiri dari family folder, pencatatan mutasi lahir, mutasi wafat dan mutasi pindah.
  • Sub Sistem Ketenagaan, yang berfungsi untuk mengelola data ketenagaan. Data yang diolah adalah data pribadi, anak, riwayat kepangkatan, riwayat jabatan, riwayat pendidikan, riwayat penjenjangan, riwayat latihan teknis/fungsional, data riwayat penghargaan serta data penugasan pegawai.
  • Sub Sistem Sarana dan Prasarana, yang berfungsi mengelola data sarana dan prasarana, seperti peralatan medis, kendaraan, gedung, tanah dan peralatan lainnya.
  • Sub Sistem keuangan, yang berfungsi untuk mengelola data keuangan secara garis besar saja yaitu mencakup besar pembiayaan menurut kegiatan dan sumber biaya.
  • Sub Sistem Pelayanan Kesehatan, yang berfungsi mengelola data pelayanan kesehatan, terdiri dari pelayanan dalam gedung yaitu sub sistem rawat jalan yang meliputi pelayanan dasar (BP,GIGI, KIA,Imunisasi, Laboratorium) dan pelayanan puskesmas keliling, rawat inap, rekam medis dan manajemen obat. Pelayanan luar gedung meliputi sub sistem KIA dan GIZI, Kesling dan TTU, Pemberantasan Penyakit Menular, PKM, PSM, dan PERKESMAS.
  • Sub Sistem Pelaporan, yang berfungsi untuk menyediakan laporan-laporan, meliputi laporan SP2TP (LB1, LB2, LB3 dan LB4) dan laporan program.
  • Sub Sistem Penunjang, yang menyediakan layanan penunjang sistem seperti: membuat backup dan restore data, data recovery, user list and right assignment, user shortcut, short message over network.

Pengantar Sistem Informasi Kesehatan


Menurut WHO, sistem informasi kesehatan termasuk dalam salah satu dari 6 “building block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu negara. Keenam komponen (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
a.       Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)
b.      Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan)
c.       Health worksforce (tenaga medis)
d.      Health system financing (system pembiayaan kesehatan)
e.       Health information system (sistem informasi kesehatan)
f.       Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)
Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Sub sistem manajemen dan informasi kesehatan merupakan subsistem yang mengelola fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar berhasil guna, berdaya guna, dan mendukung penyelenggaraan ke-6 subsistem lain di dalam SKN sebagai satu kesatuan yang terpadu. 

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa SIK adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Gambar 1. Ruang Lingkup Sistem Informasi Kesehatan


Dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatan,  harus dibangun komitmen setiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan agar setiap Sistem Informasi kesehatan berjalan dengan baik dan yang lebih terpenting menggunakan teknologi komputer dalam mengimplementasikan Sistem Informasi Berbasis Komputer (Computer Based Information System). Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang, bahkan di puskesmas atau rumah sakit kecil sekalipun. Bukan hanya data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan terlaksana dengan baik.

Gambar 2. KONSEP DASAR : Data menuju Pengambilan Keputusan

Sistem informasi kesehatan memberikan dukungan informasi kepada proses pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Dengan demikian, sistem informasi kesehatan harus sesuai dengan struktur manajemen kesehatan dan sistem kesehatan agar sistem informasi kesehatan yang selama ini belum terlaksana dengan baik dapat diubah menjadi alat manajemen yang efektif. 

Suatu sistem informasi kesehatan sangat penting untuk:
  • Penyusunan kebijakan kesehatan dan rencana kesehatan, terutama dalam hubungannya dengan pengalokasian sumber daya kesehatan.
  • Pemantauan pelayanan dan program kesehatan
  • Penilaian dampak dalam perbaikan status kesehatan dan pemerataannya.

Referensi :
  1. Hartono, Bambang. Sistem Informasi Kesehatan Nasional dan Pengembangan Sistem   Informasi Kesehatan Daerah. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2003
  2. Sanjoyo, Raden. Sistem Informasi Kesehatan. http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id diakses pada tanggal 15 Mei 2013
  3. WHO, Design and Implementation of Health Information System. Geneva: WHO; 2000