COMPAS.Com - Sistem
Informasi Kesehatan (SIK) Indonesia hingga saat ini ternyata masih belum
tertata dengan rapih. Bahkan, tak jarang hal ini berdampak langsung pada
buruknya layanan kesehatan. "Yang terjadi saat ini adalah krisis
informasi. Banyak petugas kesehatan kita, baik yang di puskesmas maupun di
rumah sakit yang terbebani oleh laporan-laporan," ujar dr. Jane Soepardi,
MPH, DSc, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, dalam acara
media briefing 'Pengembangan dan Penguatan Sistem Informasi Kesehatan' di
Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (1/7/2011). Bahkan menurut Jane, akibat sistem
yang belum jelas tersebut, tak jarang banyak tenaga medis yang terpaksa
meninggalkan kewajiban utamanya merawat pasien, hanya sekedar untuk
menyelesaikan laporan-laporan yang masuk.
Jane menuturkan, permasalahan SIK di
Indonesia disebabkan karena beberapa hal seperti misalnya, belum adanya
standar, regulasi, SIK terfragmentasi, dan juga pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) yang belum optimal. "Sekarang sudah ada Teknologi
Informasi dan Komunikasi, tapi itu juga pemanfaatannya belum optimal. Jadi yang
kita lakukan sekarang ini adalah mencoba menerapkan mulai dari yang terkecil
yakni Puskesmas, rumah sakit," jelasnya. Berbagai upaya saat ini sedang
dilakukan untuk pengembangan dan penguatan SIK. Diantaranya adalah integrasi
berbagai sistem informasi di Puskesmas dan rumah sakit menjadi SIK tingkat
kebupaten (SIKDA) menuju ke pengembangan elektronik.
Dia menambahkan, SIKDA yang sekarang
kebanyakan masih manual. Namun secara bertahap semuanya akan diarahkan ke
elektronik. Pengembangan SIKDA elektronik dilakukan dengan membuat software
SIKDA yang open source. Untuk Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, akan
dimulai pada tahun 2011. Sedangkan untuk rumah sakit 2012. Pengembangan SIKDA
elektronik tidak terlepas dari dukungan dan bantuan pihak luar seperti GIZ
(dukungan teknis), The Global Fund (USD 12 juta pada tahun 2012-2016) dengan
melakukan modernisasi puskesmas, serta sumber bantuan lainnya berasal dari
APBN, APBD. Dengan SIKDA elektronik diharapkan waktu tunggu pasien berkurang,
mengurangi medical error, dan pelayanan kesehatan lebih efektif dan efisien.
Sementara itu, manfaat terhadap penyelenggara kesehatan, diantaranya, mengurangi
beban administratif petugas kesehatan sehingga lebih banyak waktu untuk pasien
serta dapat membuat keputusan yang tepat dan cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar